Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah

Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah

Sering kita mendengar berita tentang tawuran antar pelajar, baik pelajar dalam satu sekolah maupun pelajar antar sekolah. Perkelaian tersebut juga sering dilakukan secara terbuka di luar sekolah tidak hanya dengan tangan kosong bahkan sudah menggunakan senjata sehingga sangat membahayakan dan mengganggu ketenangan masyarakat di sekitarnya. Juga masih segar dalam ingatan kita bagaimana pelaksanaan ujian nasional dikotori dengan upaya-upaya tidak jujur demi kelulusam siswa baik dilakukan oleh pimpinan sekolah, guru, maupun siswa sendiri. Sementara juga banyak para pemuda yang terjerat minuman keras dan narkoba serta terjerumus dengan geng motor dsb. Sungguh suatu gambaran buram dunia pendidikan yang sangat memprihatinkan yang menunjukkan menurunnya karakter bangsa khususnya pada generasi muda. Dengan kenyataan tersebut diperlukan pendidikan karakter yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter tidak dapat berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajan-pelajaran yang ada dengan memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya. Pendidikan karakter efektif jika dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Beberapa karakter yang dapat diterapkan di sekolah dan di dalam kelas adalah sebagai berikut:
1. Religius ; Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Pelaksanan di sekolah:
  • Merayakan hari-hari besar keagamaan.
  • Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
  • Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
Pelaksanaan di dalam kelas::
  • Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
  • Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
2. Jujur; Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Pelaksanan di sekolah:
  • Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.
  • Tranparansi laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
  • Menyediakan kantin kejujuran.
  • Menyediakan kotak saran dan pengaduan.
  • Larangan membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang. 
  • Tempat pengumuman barang temuan atau hilang.
  • Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
  • Larangan menyontek.
3. Toleransi; Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
Pelaksanan di sekolah:
  • Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan  suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.
  • Memberikan perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan  status ekonomi.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
  • Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. 
  • Bekerja dalam kelompok yang berbeda.
4. Disiplin; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Pelaksanan di sekolah:
  • Memiliki catatan kehadiran. 
  • Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
  • Memiliki tata tertib sekolah.
  • Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin.
  • Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.
  • Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Membiasakan hadir tepat waktu.
  • Membiasakan mematuhi aturan.
  • Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
  • Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras; Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 
Pelaksanan di sekolah:
  • Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
  • Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
  • Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menciptakan suasana kompetisi yang sehat. 
  • Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
  • Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
  • Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
6. Kreatif; Berpikir dan melakukan sesuatu untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dari 
sesuatu yang telah dimiliki.
Pelaksanan di sekolah:
  • Menciptakan situasi yang  menumbuhkan daya  berpikir dan bertindak kreatif.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
  • Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
7. Mandiri; Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Pelaksanan di sekolah:
  • Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
8. Demokratis; Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Pelaksanan di sekolah:
  • Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan. 
  • Menciptakan suasana  sekolah yang menerima perbedaan.
  • Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
  • Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
  • Seluruh produk kebijakan  melalui musyawarah dan mufakat.
  • Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
Pelaksanan di sekolah:
  • Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah. 
  • Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
  • Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
  • Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).  
10. Semangat Kebangsaan; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Pelaksanan di sekolah:
  • Melakukan upacara rutin sekolah.
  • Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
  • Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional.
  • Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah. 
  • Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
  • Mendiskusikan hari-hari besar nasional.
11. Cinta Tanah Air; Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Pelaksanan di sekolah:
  • Menggunakan produk buatan dalam negeri.
  • Menyediakan informasi  (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
  • Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Memajang foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia
  • Menggunakan produk buatan dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,  mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
Pelaksanan di sekolah:
  • Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
  • Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik.
  • Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
  • Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
13. Bersahabat/ Komunikatif; Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Pelaksanan di sekolah:
  • Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah. 
  • Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.
  • Saling menghargai dan menjaga kehormatan. 
  • Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban. 
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
  • Pembelajaran yang dialogis.
  • Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
  • Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai; Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya 
Pelaksanan di sekolah:
  • Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
  • Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
  • Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender. 
  • Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Menciptakan suasana kelas yang damai.
  • Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
  • Pembelajaran yang tidak bias gender. 
  • Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
15.  Gemar Membaca; Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Pelaksanan di sekolah:
  • Program wajib baca.
  • Frekuensi kunjungan perpustakaan.
  • Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik. 
  • Frekuensi kunjungan perpustakaan.
  • Saling tukar bacaan.
  • Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi.
16. Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Pelaksanan di sekolah:
  • Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
  • Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
  • Menyediakan kamar mandi dan air bersih.
  • Pembiasaan hemat energi.
  • Membuat biopori di area sekolah.
  • Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik.
  • Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
  • Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik.
  • Penanganan limbah hasil praktik (SMK).
  • Menyediakan peralatan kebersihan. 
  • Membuat tandon penyimpanan air.
  • Memrogramkan cinta bersih lingkungan.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Memelihara lingkungan kelas.
  • Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
  • Pembiasaan hemat energi.
  • Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 
Pelaksanan di sekolah:
  • Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
  • Melakukan aksi sosial.
  • Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Berempati kepada sesama teman kelas.
  • Melakukan aksi sosial.
  • Membangun kerukunan warga kelas.
18. Tanggung jawab; Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanan di sekolah:
  • Membuat laporan setiap kegiatan  yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
  • Melakukan tugas tanpa disuruh.
  • Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
  • Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
Pelaksanaan di dalam kelas:
  • Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
  • Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
  • Mengajukan usul pemecahan masalah. 

Idealisasi Pembelajaran Fisika di SMK

`Idealisasi Pembelajaran Fisika di SMK
A. Kedudukan Pembelajaran Fisika di SMK
Mata pelajaran yang diberikan di sekolah menengah kejuruan (SMK) terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama termasuk dalam program produktif yaitu mata pelajaran dasar kejuruan (keteknikan) yang menjadi program utama sekolah kejuruan. Kelompok kedua termasuk dalam program adaptif yaitu mata pelajaran dasar yang mendukung program produktif dan termasuk didalamnya adalah mata pelajaran fisika. Sedangkan kelompok ketiga termasuk dalam program normatif yaitu mata pelajaran dasar umum. Keterkaitan antara masing-masing program dapat digambarkan seperti bagan berikut: 
Berdasarkan bagan tersebut terlihat hubungan yang erat antara program adaptif dengan program produktif.
Mata pelajaran fisika di SMK adalah sekumpulan bahan kajian atau materi pembelajaran tentang materi dan energi serta interaksinya sebagai pengetahuan dasar penunjang kejuruan, pengetahuan dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan materi pembelajaran fisika berfungsi sebagai: pendukung berbagai program produktif, pendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pendukung pengembangan sikap ilmiah dan profesional. Di samping itu pembelajaran fisika bertujuan agar siswa dapat: memahami konsep-konsep dasar fisika, menerapkan konsep-konsep dasar fisika dalam pekerjaan di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari, serta memiliki wawasan intelektual dan bersikap ilmiah
Mata pelajaran fisika di SMK termasuk dalam program adaptif yaitu termasuk dalam mata pelajaran yang menunjang/mendukung program produktif. Pembahasan materi dari program adaptif harus diupayakan berkait erat dengan materi dari program produktif. Sementara itu materi program produktif harus selaras dengan dunia industri. Materi yang dipelajari oleh siswa harus merupakan masalah nyata yang akan dijumpainya kelak ketika sudah lulus dan terjun dalam dunia industri. Oleh karena pembahasan konsep-konsep dalam mata pelajaran fisika harus selaras dengan mata pelajaran program produktif (bidang teknik), salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memasukkan pembahasan penerapan konsep-konsep dasar fisika dalam dunia industri.

B. Pendekatan ideal dalam Pembelajaran Fisika di SMK
Belajar adalah proses transformasi pengetahuan yang melibatkan siswa, sumber belajar (guru dan literatur), dan sarana belajar. Namun demikian proses belajar jauh lebih banyak daripada kegiatan menghafal. Agar siswa benar-benar memahami pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan segala hal untuk diri mereka sendiri, bergelut dengan gagasan-gagasan (Nur, 2001).
Belajar pada dasarnya adalah melatih proses berfikir, Keterampilan berfikir tersebut meliputi (Glencoe, 1999): keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat perlu meninjau strategi belajar yang dipilih. Strategi belajar tersebut (Arends, 1997) meliputi: strategi menghafal, strategi elaborasi, dan strategi organisasi.  
Fisika adalah bagian IPA yang disusun berdasarkan fakta, gejala-gejala alam, hasil pemikiran dan hasil percobaan. Fisika sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari gejala fisik dari alam semesta dalam memahami konsep-konsepnya sebagian besar memerlukan pengamatan indera. Dengan hasil pengamatan tersebut, konsep yang tertanam dalam pikiran siswa akan menjadi lebih mantap.
Proses pembelajaran hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang mempengaruhi siswa sehingga memungkinkan proses belajar dengan mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan minat belajar siswa.
Dalam mempelajari fisika tidak dapat dilakukan dengan hanya mendengarkan melalui ceramah atau membaca buku teks saja, tetapi harus disertai keaktifan siswa secara langsung terlibat dalam kegiatan yang bersifat eksplorasi dengan mengutamakan penanaman metode ilmiah. Tanpa pengembangan sikap ilmiah pada diri siswa maka pembelajaran fisika menjadi tidak bermakna, karena belajar fisika hakekatnya adalah eksplorasi pikiran sebagai kesan indera dalam menanggapi gejala-gejala alam. Beberapa ciri proses dalam mempelajari fisika adalah:
1.  Kuantifikasi, yaitu bahwa konsep-konsep fisika dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka
2.  Observasi dan eksperimentasi, yang merupakan cara untuk dapat lebih memahami konsep-konsep secara tepat dan memungkinkan pengujian teori
3.  Ramalan, yang bermula dari asumsi bahwa alam raya ini memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut selanjutnya dapat dilakukan pengukuran yang teliti, sehingga berbagai gejala alam yang terjadi dapat diramalkan secara meyakinkan
4.  Progresif dan komulatif, yang berarti bahwa fisika berkembang ke arah yang lebih sempurna, sehingga penemuan terdahulu disempurnakan dengan penemuan selanjutnya
5. Ilmiah, yang merupakan cara yang dikembangkan secara sistematis untuk membuktikan kebenaran suatu teori dengan menggunakan metode ilmiah
6.  Universal, yang berarti penemuan yang diperoleh berlaku secara universal yang secara umum diakui kebenarannya.
Untuk memperoleh hasil belajar fisika yang optimal, dalam pembelajaran fisika perlu diupayakan agar ciri-ciri proses dalam belajar fisika tersebut terakomodasi dalam model pembelajaran yang diterapkan.    
Fungsi disampaikannya materi pembelajaran fisika di SMK berdasarkan kurikulum adalah sebagai: pendukung berbagai program produktif, pendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pendukung pengembangan sikap ilmiah dan profesional. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, maka pendekatan pembelajaran diarahkan dan diselaraskan untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut. Idealnya pendekatan yang dipilih dalam pembelajaran fisika dapat melibatkan siswa secara aktif melakukan proses ilmiah seperti mengamati, meramal, memilah, melakukan percobaan dan menyimpulkan. Pendekatan paling tepat untuk memenuhi kebutuhan itu adalah dengan kegiatan praktikum, karena kegiatan tersebut akan dapat diselaraskan dengan program produktif yang merupakan program utama SMK yang lebih mengarah kepada dunia industri yang sangat berkaitan dengan perkembangan IPTEK.

Fisika dan Ragam Kecerdasan

Fisika dan Ragam Kecerdasan
A.Pengertian Fisika
Fisika dalam bahasa Yunani: physikos yang berarti "alamiah", dan physis yang berarti "Alam" adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.
Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.
Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Perbedaan antara fisika dan matematika adalah: fisika berkaitan dengan pemerian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Namun, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas. Ada wilayah luas penelitan yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis, yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.

B. Pembelajaran Fisika
Fisika menguraikan dan menganalisis struktur dan peristiwa yang terjadi di alam, teknik dan lingkungan di sekitar kita. Menurut Duxes (1996) dalam proses tersebut ditemukan sejumlah aturan atau hukum-hukum di alam yang dapat menerangkan gejala alam tersebut secara logis dan rasional. Proses menguraikan dan menganalisis tersebut didasarkan pada penerapan struktur logika sebab akibat (kausalitas). Pada gilirannya proses menguraikan dan menganalisis tersebut bertujuan untuk memahami gejala alam. yaitu dapat menyesuaikan gambaran dalam jiwa manusia dengan pengalaman fisis. Lebih lanjut memahami gejala alam fisika diperlukan untuk perkembangan pembangunan bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian sangat dibutuhkan proses penerusan pemahaman konsep-konsep fisika.
Pembelajaran fisika adalah upaya meneruskan pengetahuan tentang fisika. Dalam pembelajaran fisika diuraikan bagaimana cara memahami pengetahuan fisika yang sudah tersusun dalam rumpun ilmu fisika yang kita kenal sekarang. Agar terselenggara proses tranformasi pengetahuan fisika diperlukan sejumlah metode ataupun pendekatan yang mampu mengantarkan siswa pada tahap penguasaan konsep-konsep fisika tersebut sehingga pada akhirnya masalah tentang fisika dapat dipecahkan.
Menurut Bloom (1979) kemampuan pemahaman konsep adalah hal penting dalam kemampuan intelektual yang selalu ditekankan di sekolah dan Perguruan Tinggi. Kemampuan pemahaman konsep suatu materi subjek merupakan hal terpenting dalam pengembangan intelektual.
Dalam pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.
Sangat disayangkan mata pelajaran fisika pada umumnya justru dikenal sebagai mata pelajaran yang “ditakuti” dan tidak disukai murid-murid. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar mereka dimana mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran ‘berat’ dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan segala sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung “membosankan”. Akibatnya tujuan pembelajaran yang diharapkan, menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai rata-rata mata pelajaran sains (khususnya fisika).
Mata pelajaran fisika juga menjadi momok bagi para siswa karena hubungannya erat dengan matematika. Kemampuan matematis siswa yang lemah secara otomatis akan mengalami kesulitan dalam memahami fisika, karena sebagian besar penyelesaian soal-soal fisika dilakukan melalui pendekatan secara matematis. Artinya, siswa yang memiliki kecerdasan dalam bidang angka atau logika (Logical-Mathematical Intelligence) saja yang dapat memahami pelajaran fisika dengan baik. Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang matematika.

C. Ragam Kecerdasan
Menurut T. Amstrong (2004) dalam bukunya “Kamu Itu Lebih Cerdas Daripada Yang Kamu Duga” (You’re Smarter Than You Think), anak-anak memiliki Multiple Intelligence. Dalam buku tersebut dikatakan sedikitnya ada 8 macam kecerdasan yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat dimiliki oleh seorang anak, yaitu:
1. Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence)
2. Kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence)
3. Kecerdasan dalam menggunakan logika (Logical-Mathematical Intelligence)
4. Kecerdasan dalam menggunakan gambar (Visual-Spatial Intelligence)
5. Kecerdasan dalam memahami tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
6. Kecerdasan dalam memahami sesama (Interpersonal Intelligence)
7. Kecerdasan dalam memahami diri sendiri (Intrapersonal Intelligence)
8. Kecerdasan dalam memahami alam (Naturalist Intelligence)
Dari berbagai macam kecerdasan tersebut, setiap jenis kecerdasan yang ada juga memiliki ciri-ciri tertentu. Dari berbagai macam ciri yang ada pada seorang anak dapat diketahui jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak tersebut.
1. Linguistic Intelligence
Menurut buku tersebut, anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya. Kecerdasan dalam bidang ini menuntut kemampuan anak untuk menyimpan
berbagai informasi yang berarti yang berkaitan dengan proses berpikirnya.
2. Musical Intelligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence) biasanya senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda, mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki), senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.
3. Logical Mathematical Intelligence
Seseorang dengan Logical-Mathematical Intelligence yang tinggi biasanya memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor (skor sepak bola, skor games, berapa tingginya gedung tertinggi di dunia, dll), menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.
4. Visual-Spatial Inteligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan gambar biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan idei-denya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang bekerja dengan bahan-bahan seni seperti kertas, cat, spidol atau crayon, senang menonton film atau video, senang bermain video games, memperhatikan gaya berpakaian, gaya rambut, model mobil, motor atau hal sehari-hari lainnya, senang membaca atau menggambar peta hanya untuk bersenang-senang, senang melihat foto-foto/gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imaginatif.
5. Bodily Kinesthetic Intelligence
Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model, luwes dalam menari, berjoget atau berdansa, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal, mempunyai koordinasi serta kesadaran yang baik terhadap tempo dan senang beristirahat. Anak-anak dengan kecerdasan tubuh biasanya lebih mengandalkan kekuatan otot-ototnya.
6. Interpersonal Intelligence
Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan temantemannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, senang meyakinkan orang tentang sudut pandangnya terhadap sesuatu, mementingkan soal keadilan serta benar-salah dan senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.
7. Intrapersonal Intelligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, menjunjung tinggi kepercayaan-kepercayaannya seandainya pun kepercayaannya itu tidak populer. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan apa kata orang dibandingkan dengan kebanyakan orang lainnya. Ia juga mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk
merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Ia senang membuat catatan harian atau membuat jurnal harian, senang menuliskan ide-idenya, kenangan-kenangannya, perasaan-perasaannya atau sejarah pribadinya. Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
8. Naturalist Intelligence
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan, senang ke taman, kebun binatang atau menikmati keindahan di aquarium. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda, senang memelihara binatang, mempunyai ingatan yang kuat tentang detail tempat-tempat yang pernah dia kunjungi serta nama-nama hewan, tanaman, orang dan berbagai hal lainnya, banyak bertanya tentang orang, tempat dan hal yang dia lihat di lingkungan atau di alam sehingga dia bisa lebih memahaminya. Ia mampu memahami serta mengurus dirinya sendiri di situasi atau tempat yang baru dan berbeda. Ia juga sangat memperhatikan lingkungan di sekitarnya (di sekolah atau di rumah). Anak ini biasanya senang mencari tahu tentang sesuatu kemudian mengelompokkannya ke dalam kategori tertentu, misalnya senang mengamati burung, bebatuan atau mencatat jenis mobil yang berbeda-beda. Anak dengan kecerdasan ini biasanya tahu persis kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan.

D. Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
Pada dasarnya anak-anak memiliki Multiple Intelligence dimana kecerdasan dalam bidang angka atau logika hanyalah merupakan sebagian kecil dari berbagai macam kecerdasan yang mungkin dimiliki oleh seorang anak. Test IQ bukanlah satu-satunya ukuran kecerdasan anak, karena test IQ hanya menekankan pada kecerdasan logikamatematika dan bahasa. Multiple Intelligence pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emotional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Celakanya, pola pemikiran tradisional dalam pendidikan seringkali lebih menekankan pada kemampuan logika-matematika dan bahasa. Padahal, setiap orang memiliki cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. (Handy Susanto,2005).
Proses pembelajaran fisika yang didasarkan pada teori Multiple Intelligence mampu mengubah pola pengajaran tradisional (ceramah) menjadi sebuah pengalaman belajar yang menyenangkan. Dalam hal ini guru harus memiliki kepekaan untuk melihat semua hal yang ada dalam lingkungan disekitarnya yang dapat digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar. Siswa ditarik keluar dari paradigma lama yang menekankan pada teori semata. Siswa diajak untuk melihat bahwa teori yang mereka terima dapat mereka temui dan bahkan dapat mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga mereka memperoleh kesan yang mendalam.
Penerapan teori Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika dapat memperoleh beberapa manfaat yaitu (Sugiharti, 2005):
1. Menumbuhkan semangat belajar siswa
Aktivitas pengajaran yang disesuaikan dengan ragam kecerdasan yang dimiliki oleh siswa sedikit banyak telah memunculkan semangat belajar dan rasa percaya diri pada setiap siswa. Siswa digali kreativitasnya agar mereka dapat mempelajari fisika sesuai dengan talenta yang ada pada mereka, misalnya melalui lagu, pantun, puisi, drama dan lain-lain.
2. Menghilangkan kesan fisika sulit
Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika dapat menggugurkan anggapan bahwa pelajaran fisika itu sulit dan tidak menyenangkan. Karena melalui teori ini guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari fisika sesuai dengan ragam kecerdasan yang dimilikinya.
3. Menggali potensi siswa
Melalui teori Multiple intelligence siswa belajar untuk lebih menggali potensi yang ada pada dirinya dan dapat lebih menghargai talenta yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Selain itu siswa juga belajar untuk menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya siswa yang biasanya dianggap bodoh karena selalu mendapat nilai buruk dalam pelajaran fisika ternyata mampu membuat puisi dan menggubah syair
lagu dengan konsep-konsep fisika dengan sangat indah.
4. Meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa
Melalui teori Multiple intelligence dapat meningkatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Bahkan interaksi ini akan lebih didominasi oleh interaksi antara siswa dengan siswa sedangkan guru hanya bersifat sebagai moderator saja. Tanya jawab antar siswa berjalan dengan sangat baik dan setiap penilaian yang diberikan oleh guru maupun siswa lainnya mampu memacu dirinya untuk lebih menggali konsep-konsep materi yang diajarkan sehingga menghasilkan rasa keingintahuan dan percaya diri yang tinggi.
5. Menyadari keunikan manusia
Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika diharapkan siswa dapat melihat kenyataan bahwa mereka itu “unik”. Tuhan menciptakan jutaan bahkan milyaran manusia dengan keunikan tersendiri. Mereka juga dapat melihat bahwa Tuhan sudah menyediakan laboratorium terbesar bagi mereka berupa alam semesta sehingga dengan kesadaran seperti ini maka kecerdasan spriritual (SQ) mereka juga akan ikut tergali.

Secara umum penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika mampu menciptakan rasa belajar fisika yang menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan minat dan motivasi siswa pada pelajaran fisika. Indikator terakhir yang diharapkan tentu saja adalah adanya peningkatan nilai rata-rata kelulusan pada mata pelajaran sains umumnya, dan fisika khususnya.

Ciri Guru Ideal Era Globalisasi

Ciri Guru Ideal Era Globalisasi
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Di sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya hingga apa yang diberikan kepada peserta didiknya tidak lagi terkesan ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu saja, ciri guru ideal di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus dan integral dalam mencerdaskan anak didiknyaa.
Salah satu indikator utama unggul tidaknya sebuah sekolah adalah ditentukan dari faktor mutu guru. Guru dituntut memiliki profesionalisme di bidangnya. Artinya guru tidak hanya harus memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang yang diajarnya, namun seluruh komponen yang berkaitan dengan pendidikan harus ada pada diri para guru itu sendiri. Hal itu pula didasarkan atas asumsi bahwa persoalan peningkatan mutu pendidikan tentu bertolak pada karakter seorang pendidik. Oleh sebab itu, semakin banyak guru yang berkualitas di suatu sekolah, tentu akan semakin berkualitas pulalah sekolah tersebut.  
Sosok guru merupakan hal paling utama bagi keberhasilan suatu sistem pendidikan. Di tengah kemajuan zaman dan tantangan yang semakin pesat, idealnya guru harus terus belajar, kreatif mengembangkan diri dan terus menyesuaikan pengetahuan dan cara mengajarnya dengan penemuan-penemuan kontemporer. Namun, realitas yang ada pada umumnya guru sulit untuk selalu semangat mengembangan kepribadiannya. Bahkan sekedar untuk mengikuti berbagai macam kursus, seminar, pelatihan dan kegiatan semacamnya.
Secara utuh buku “Pendidik Karakter di Zaman Keblinger (Mengembangkan Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter)” ini menjabarkan bagaimana semestinya menjadi bagian hakiki sebagai seorang guru garda terdepan dalam arus perubahan. Mengeksplorasi lebih mendalam bagaimana para guru dapat memahami hakikat perubahan itu sendiri. Pendidik yang mampu mengembangkan sebuah strategi untuk memulai, menerapkan dan melestarikan perubahan dalam dunia pendidikan dan masyarakat secara umum.
Cara mengajar yang sekedar duduk di depan kelas sesungguhnya menjadi tanda kurannya dinamisme sebagai seorang pendidik sejati. Bisa jadi ini hanya sebuah simbolis dan tidak mewakili sosok guru seutuhnya secara keseluruhan. Jika demikian adanya, seakan jauh rasanya seorang guru dapat menciptakan pembelajaran yang produktif dan profesional. Padalah guru juga memiliki tanggungjawab dalam memodifikasi proses integrasi dan optimalisasi sistem pendidikan di sekolah. Harapannya, dapat memberikan peran yang sangat signifikan bagi proses pembentukan kepribadian siswa yang kokoh yakni intelektual, moral dan spiritual.
Tidak banyak buku yang berorientasi pada bagaimana seorang pendidik seharusnya dapat menciptakan sistem pendidikan di sekolah yang efektif, praktis dan operasional seperti buku buah karya Doni Koesoema A. ini. Kerangka filosofis dalam berfikirnya dapat menggugah hati nurani yang sulit ditemukan pada buku-buku lain. Setidaknya hal ini bisa dibaca pada kerangka metodologis yang disajikan dengan lugas dan populer serta praktis yang ditawarannya guna dapat dikembangkan oleh para pendidik kontemporer.
Meskipun tampaknya guru sulit untuk dapat berubah dalam waktu singkat, namun guru terlanjur mengemban peran istimewa dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan.
Guru bukan sekedar pelaku perubahan yang menggerakkan roda transformasi sosial dalam masyarakat. Lebih dari itu, guru memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter suatu masyarakat. Bukan sekedar mengubah hidup siswa, namun juga memperkokoh kepribadian siswa yang memiliki nilai-nilai sebagaimana yang diharapkan dalam masyarakat.
Setidaknya dalam buku ini, mengajak kepada semua guru agar dapat menjalankan tugas mulianya secara efektif dan profesional dalam menjalankan fungsinya mendidik anak bangsa. Dengan kata lain, masa depan negeri ini tergantung kepada bagaimana guru dapat melahirkan individu-individu yang merdeka, matang, bertanggungjawab dan peka terhadap permasalah sosial di lingkungan sekitarnya di kemudian hari.
Sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, guru seyogyanya dapat menjadi proses interaksi tidak hanya dalam proses pembelajaran, namun juga seharusnya lebih utuh dan komprehensif. Oleh karenanya guru harus memiliki karakteristik kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis. Konon, pada zaman dulu posisi guru disejajarkan dengan kaum priyayi yang selalu duduk di deretan utama dalam berbagai hal. Mungkinkah posisi guru masa silam terlahir kembali dimasa kini dan mendatang?
Karena itu, melalui buku ini, untuk menjadikan bangsa ini agar lebih berkualitas adalah dengan mengoptimalkan karakter seorang pendidik terlebih dahulu. Kalau tidak sejak saat ini, kapan lagi para guru memulai untuk meningkatkan kepribadian, kompetensi profesional dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi? Ciri guru ideal yang profesional dan berkualitas adalah jawaban mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi untuk merubah paradigma buramnya wajah pendidikan nasional kita seperti saat ini.
Guru diharapkan dapat membekali peserta didiknya sebagai penerus bangsa ini. Tentunya dengan melahirkan individu-individu yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual saja, namun juga mampu menghargai kebenaran, keadilan, kesejahteraan, perdamainan dan sikap penuh tanggungjawab guna memasuki era masa depan yang sangat kompetitif dan tiada batas. Sebuah mimpi besar bangsa ini yang tentu tidak sekedar menjadi utopia belaka, namun kita semua harus mampu untuk mewujudkannya. Semoga!

Sumber: Harian Umum Duta Masyarakat (http://www.dutamasyarakat.com)

Guru Profesional

Guru Profesional
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru merupakan pekerjaan dan sudah menjadi sumber penghasilan bagi begitu banyak orang, serta memerlukan keahlian berstandar mutu atau norma tertentu. Guru sebagai profesi perlu diiringi dengan pemberlakuan aturan profesi keguruan, sehingga akan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi seseorang yang berprofesi guru, antara lain: Indonesia memerlukan guru yang bukan hanya disebut guru, melainkan guru yang profesional terhadap profesinya sebagai guru. Aturan profesi keguruan berasal dari dua kata dasar profesi dan bidang spesifik guru/keguruan.
Guru profesional adalah guru yang meramu kualitas dan integritasnya. Mereka tidak hanya memberikan pembelajaran bagi peserta didiknya saja tetapi mereka juga harus menambah pembelajaran bagi mereka sendiri karena jaman terus berubah. Ia harus terus meningkatkan kemampuan serta keterampilannya dalam berbagai bidang. Perningkatan kualitas ini tidak hanya didapat melalui ruang formal saja. Tapi juga bisa melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kualitas guru.
Penyakit yang sering diderita oleh para guru yang menyebabkan penurunan kualitas yang dimiliki yang selayaknya harus dihapuskan adalah:
  1. Tipes : Tidak punya selera
  2. Mual : mutu amat lemah
  3. Kudis : Kurang disipiln
  4. Asma : Asal masuk kelas
  5. Kusta : Kurang Strategi
  6. TBC : Tidak Bisa Computer
  7. KRAM : Kuram Terampil
  8. Asam Urat : Asal Sampaikan materi urutan kurang akurat
  9. Lesu : Lemah Sumber
  10. Diare : Dikelas Anak-anak remehkan
  11. Ginjal : Gajinya nihil jarang aktif dan terlambat
Karakteristik profesional minimum yang harus dimiliki para guru, berdasarkan sintesis temuan-temuan penelitian, yaitu:
  1. mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
  2. menguasai secara mendalam bahan belajar atau mata pelajaran serta cara pembelajarannya,
  3. bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
  4. mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
  5. menjadi partisipan aktif masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Secara substantif, sejumlah karakteristik tersebut sudah terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
Kualifikasi akademik minimal bagi seorang guru berdasarkan PP No.74 tahun 2008 adalah:
Pasal 2
Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 3
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
(2) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(3) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.
(4) Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
  • pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
  • pemahaman terhadap peserta didik;
  • pengembangan kurikulum atau silabus;
  • perancangan pembelajaran;
  • pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
  • pemanfaatan teknologi pembelajaran;
  • evaluasi hasil belajar; dan
  • pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
(5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
  • beriman dan bertakwa;
  • berakhlak mulia;
  • arif dan bijaksana;
  • demokratis;
  • mantap;
  • berwibawa;
  • stabil;
  • dewasa;
  • jujur;
  • sportif;
  • menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
  • secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
  • mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
(6) Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
  • berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;
  • menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
  • bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
  • bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai yang berlaku; dan
  • menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
(7) Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
  • materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
  • konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Semoga sajian artikel ini dapat menambah wawasan pengunjung dalam upaya menhadirkan guru-guru professional seperti yang kita dambakan bersama.